SEMARANG, GROBOGAN.NEWS-Sektor pertanian benar-benar menjadi primadona. Dalam kurun waktu tiga semester saja dari 2020 sampai Agustus 2021 , Jateng mencatat nilai ekspor senilai Rp 8,3 triliun di bidang pertanian.
Sekretaris Komisi B M Ngainirrichadl mendorong upaya ekspor untuk pertanian. Dengan nilai ekspor capai triliunan rupiah telah membuktikan pertanian masih menjadi unggulan termasuk saat pandemi Covid-19.
“Pertanian yang kerap dipandang sebelah mata ternyata saat pandemi Covid-19 masih bisa memberikan pendapatan untuk Jateng,” ungkap dia saat menjadi narasumber Dialog Radio “Mendorong Pertanian Jateng Go International“, pada Jumat (1/10/2021) lalu.
Dikemukakannya, dari 2019 sampai pertengahan 2021 ini ekspor pertanian dari Jateng sangat menggembirakan, terutama untuk hasil perkebunan seperti kopi, porang, palawija banyak diekspor ke China, AS, Timur Tengah, Korea, Vietnam.
Belum untuk beras jenis organik, pasar di Arab Saudi sangat terbuka untuk menerimanya. Dari catatan, ekspor ke Arab Saudi hanya sekali.
Ia mendorong supaya ekspor beras organik bisa ditingkatkat mengingat Arab butuh 10 ribu ton.
Selain itu juga untuk pengembangan tanaman porang juga perlu diintensifkan. Sekarang banyak negara seperti Kanada, AS, tertarik mengonsumsi beras porang.
Hal itu menjadi tantangan tersendiri mengingat ekspor porang dari Jateng cukup tinggi. Hanya saja permasalahannya pengembangan pengolahan porang di Indonesia hanya ada satu di Malang (Jatim).
“Kita ekspor porang ke Jepang, oleh mereka diolah jadi beras. Beras itu saat di Indonesia jadi mahal. Karena itu Presiden mendorong pengelolaan porang supaya lebih diintensifkan,” ucapnya.
Sebelumnya, Gubernur Ganjar Pranowo pada pertengahan 2021 melepas ekspor 20 komoditas unggulan senilai Rp Rp 427 miliar di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang.
Sejumlah hasil pertanian dan perkebunan yang menjadi unggulan seperti porang, pala, kopi, minyak sawit, idamame, daun cincau diekspor ke 36 negara di antaranya China, Malaysia, AS, Belanda, Kanada, Vietnam. Dengan capaian ekspor itu, Jateng mengungguli Kalimantan Timur, Jambi, Sulawesi Utara.
Sementara Plt Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng Tri Susalarjo mengakui nilai ekspor Jateng terbilang tinggi. Saat pandemi Covid-19 tak menjadi halangan untuk ekspor.
Terbukti dari 2020 sampai Agustus 2021 nilai ekpor Rp 8,3 triliun. Secara data ada pertumbuhan nilai ekspor sejak 2018 Rp 2,3 triliun, setahun kemudian 2019 menjadi Rp 2,5 triliun.
“Dari komoditas ekpor itu sementara kopi masih teratas. Pasar luar negeri untuk kopi dari Indonesia banyak peminatnya. Ada pergeseran kualitas kopi, kalau lima tahun lalu dominasi Sumatera dan Toraja, kini kopi dari Jateng seperti Temanggung, Wonosobo, Banjarnegara sudah banyak diminati,” terang dia.
“Pada 2020 saja pasar Timur Tengah seperti Mesir, Sudan, Maroko, permintaannya sangat tinggi. Bulan kemarin saja 200 ton kopi kirim ke Mesir. Sekarang sentra kopi, menyebar di daerah lain seperti Kudus, Pati, Rembang, Karanganyar. Hampir semua kabupaten ada kopinya,” jelasnya lebih lanjut.
Lantas bagaimana untuk menjaga pasar termasuk pengembangan ekspor?
Bagi Ricard-sapaan akrab Ngainirrichadl adalah diperlukan konsinstensi serta dukungan penuh pemerintah dalam hal budi daya maupun pengembangan komoditas unggulan.
Misalnya pengembangan porang, untuk menjaga kualitas serta harga tentunya pemerintah tidak sembarangan mengeluarkan regulasi yang bisa merugikan petani.
Tri Susalarjo sependapat, regulasi dari pemerintah pusat juga harus melihat kondisi lapangan agar harga tidak jatuh.
Dirinya sependapat, ekspor porang tidak dalam bentuk umbi melainkan sudah rajangan. Dengan rajangan maka ada nilai tambah terutama untuk serapan tenaga kerjanya.
“Syukur lagi sudah dalam bentuk tepung seperti di Madiun. Nilainya bisa lebih tinggi,” ucapnya. RIS