GROBOGAN.NEWS Kudus

Empat Desa di Kudus Jadi Desa Tanggap Bencana

Kepala BPBD Kudus, Budi Waluyo saat menunjukkan alat evakuasi saat bencana di gudang penyimpanan peralatan BPBD Kudus, Senin (6/12/2021), kemarin. Foto : ist
Kepala BPBD Kudus, Budi Waluyo saat menunjukkan alat evakuasi saat bencana di gudang penyimpanan peralatan BPBD Kudus, Senin (6/12/2021), kemarin. Foto : ist

KUDUS, GROBOGAN.NEWSPemerintah Kabupaten Kudus telah menerapkan empat desa di wilayahnya sebagai desa tanggap bencana (Destana).

Keempat desa tersebut memiliki sumber daya manusia yang siap untuk melakukan penanggulangan bencana, bahkan sejak mitigasi.
Keempat desa tersebut yakni Desa Rahtawu dan Desa Menawan yang berada di Kecamatan Gebog, kemudian Desa Japan di Kecamatan Dawe, Desa Kesambi.

Selanjutnya di Kecamatan Mejobo, dan Desa Wonosoco di Kecamatan Undaan.

“Masing-masing desa tersebut memiliki karakter sendiri-sendiri dalam menghadapi bencana. Begitu juga dengan kecakapan setiap relawan yang ada di desa tersebut yang diajarkan oleh BPBD pun berbeda karena masing-masing desa memiliki ancaman bencana tersendiri,” ungkap Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kudus, Budi Waluyo, saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (7/12/2021).

Lebih detail, Budi menjelaskan, untuk Desa Rahtawu, Menawan, dan Japan memiliki ancaman longsor karena ketiga desa tersebut berada di lereng Gunung Muria. Sudah barang tentu kecakapan materi yang diajarkan untuk para relawan di desa tersebut perihal penanggulangan bencana longsor.

Sementara untuk Desa Wonosoco, bencana yang acap kali terjadi di sana yakni banjir bandang. Desa yang terletak di lereng Pegunungan Kendeng itu seolah menjadi langganan setiap kali hujan deras mengguyur Pegunungan Kendeng.

Yang paling terakhir terbentuk sebagai Destana yaitu Desa Kesambi. Ancaman bencananya yakni banjir.

Hampir setiap tahun, desa ini mengalami banjir karena limpasan air dari Sungai Piji.

Budi mengatakan, setiap desa yang telah dinobatkan sebagai desa tanggap bencana, dalam memberikan kecakapan materi untuk meningkatkan sumber daya manusia di desa tersebut pihaknya sesuaikan dengan ancaman bencananya.

Tidak mungkin simulasi penyelamatan bencana yang pihaknya ajarkan kepada relawan yang ada di Desa Rahtawu dengan ancaman longsor disamakan dengan Desa Kesambi yang ancamannya banjir.

Ke depan, pihaknya akan kembali membentuk desa tanggap bencana yang ada di Kecamatan Kaliwungu.

Beberapa desa di sana, kata dia, memiliki ancaman bencana berupa banjir. Misalnya saja di Desa Setrokalangan.

Meski sudah terdapat sejumlah Destana, kata Budi, bukan berarti pihaknya diam begitu saja saat terjadi bencana di desa tersebut.

Untuk itu, pihaknya telah menyiapkan sejumlah logistik berikut peralatan yang digunakan untuk evakuasi saat bencana berlangsung.

“Logistik sudah kami siapkan. Tidak hanya longsor tapi juga banjir. Kalau dibutuhkan stok sudah siap,” kata dia