SEMARANG, GROBOGAN.NEWS-Ketua Pansus Perubahan RPJMD Jawa Tengah, Mohammad Saleh menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah masih terlalu pesimis dalam memasang prediksi pertumbuhan ekonomi, target indikator kinerja utama dalam perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018 – 2023.
Hal itu diungkapkan Mohammad Saleh usai melakukan melakukan studi banding dari Pemprov DIY dan Pemprov Jatim serta melakukan Focus Grup Discussion (FGD) beberapa waktu yang lalu.
“Pemprov Jateng masih terlalu pesimis, dan belum memaksimalkan potensi hadirnya Proyek Strategis Nasional di Jateng, sebagaimana diatur dalam Perpres 79 thn 2019,” kata Saleh.
Berbeda dengan Pemprov Jatim yang berhasil menata ekonomi di era pandemi dengan mennghasilkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang melebihi capaian target dari Rp 15 triliun menjadi Rp 17 triliun di tahun 2020.
“Keberadaan Perpres 80 tahun 2019 yang mengatur soal Proyek strategis nasional di Jawa Timur benar-benar dimaksimalkan sebesar-besarnya untuk mendongkrak perekonomian Jawa Timur,” katanya.
Menurut Mohammad Saleh yang juga Ketua Komisi A DPRD Propinsi Jawa Tengah ini, ada potensi yang sangat jelas, di mana munculnya Perpres 79/2019 yang melahirkan Kawasan Industri Kendal, Kawasan Industri (KI) Brebes, Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Borobudur dan Perpres 109/2020 yang mendorong lahirnya Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, sebenarnya tinggal bagaimana Pemprov Jateng memanfaatkannya.
“Kalau dilihat dari target yang dipasang belum tercermin optimisme, ribuan kendaraan proyek di Jateng tidak mampu diolah untuk menaikkan pajak daerah, juga belum terlihat terobosan mengambil potensi pendapatan dari lahirnya kawasan industri ini bagi pemerintah daerah,” terangnya.
Dalam perubahan target untuk indikator kemiskinan sampai 2023, dikoreksi dari 7,8 % naik 10,27 % . Lalu, pengangguran terbukanya juga naik 5,67 %, pertumbuhan ekonomi dipasang turun dari 6.0% menjadi 5,29%.
“Pemerintah masih selalu beralasan Covid-19 sebagai penyebabnya, padahal KSPN Borobudur terus berjalan, KI Kendal, KIT Batang sudah lari kencang. Masak target 7% dari pemerintah pusat tidak berani kita pasang minimal mendekati, di angka 6,2%,” tandasnya.
Kondisi ini tentu kontras dengan Jawa Timur yang mampu mengoptimalkan potensi Perpres 80/2019 soal percepatan ekonomi di Jawa Timur.
Perlu bagi pemprov jateng untuk melihat kembali semua indikator revisi RPJMD Jateng.
Mendasarkan pada indikator, lanjut Saleh, ada sejumlah 1.128 indikator baik IKU Daerah (13 indikator), IKU OPD (154 indikator) dan Indikator Program (961 indikator) telah menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang sangat signifikan baik dari indikator yang dihapus 316 indikator, indikator baru 322 Indikator, perubahan target indikator 577 dan perubahan nomenklatur indikator 63 Indikator.
Maka indikator yang dirubah target, maupun indikator yang dihapus dan indikator baru menunjukkan perubahan yang sangat signifikan yaitu indikator yang dirubah targetnya 557 indikator (49,37%), indikator yang dihapus 322 indikator (28,54%), indikator baru 322 indikator (28,54%)
“Jadi kami masih akan mengkaji perubahan2 indikator tersebut sesuai dengan Permendagri atau tidak. Memenuhi syarat untuk perubahan perda RPJMD atau malah membuat baru Perda RPJMD. Tentu kita harus optimis bukan pesimis, kita niat bekerja atau pasrah terhadap keadaan,” ujarnya. (ASA)