GROBOGAN.NEWS Solo

Harga Gabah pada Panen Raya di Sragen  Hancur, Petani Mengeluh

Pengurus Kelompok Tani Gawan, Sutarno / Foto: JSnews
Pengurus Kelompok Tani Gawan, Sutarno / Foto: JSnews

SRAGEN, GROBOGAN.NEWS – Para petani di Sragen mengeluhkan merosotnya harga jual gabah pada musim panen saat ini. Pasalnya, harga jual tebasan gabah di sawah saat ini merosot drastis hingga separuh dari harga normal.

Mereka pun menduga ada permainan tak wajar dari para pelaku usaha gabah dan beras yang membuat harga di lapangan menjadi hancur.

Merosotnya harga gabah terjadi merata di hampir semua wilayah di Sragen. Tak pelak, hampir semua petani menjerit dan menangis mengalami kerugian.

Sukarno (45) petani asal Desa Plupuh, Kecamatan Plupuh menuturkan benar-benar sedih atas kondisi panen saat ini. Sebab harga jual gabah benar-benar anjlok drastis.

Saat panen normal, gabah satu hektar bisa dihargai Rp 30-35 juta oleh penebas atau tengkulak. Namun saat ini hanya Rp 15-17 juta atau hanya separuhnya dari harga normal.

“Nggak tahu penyebabnya. Panen raya kali ini harga benar-benar hancur. Sedih rasanya Mas, petani sudah susah payah menanam, biaya produksi dan pupuk mahal, giliran jual harganya hancur,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Minggu (28/2/2021).

Karni menguraikan untuk sawahnya yang di tepi jalan dan akses panen lebih mudah, memang masih laku Rp 20 juta satu hektar.

Namun untuk lahan petani yang sawahnya jauh dari jalan hanya sekitar Rp 15 juta per hektar. Itu pun tak jarang ketika bayaran masih dikurangi lagi dengan alasan penebasnya merugi atau hasilnya di bawah taksiran.

”Jelas kita rugi, karena kemarin saja pupuk juga non subsidi, pupuk subsidi tidak cukup. Kalau cuma dihargai segitu ya tidak seimbang,” ujarnya.

Ia mengatakan harga panen kali ini terbilang anjlok sekitar 60 persen dari penjualan normal. Dia menjelaskan pada umumnya para petani menjual langsung ke penebas apapun kondisi padi di sawah.

Karena jika memaksakan memanen sendiri juga butuh biaya dan tenaga lagi. Sementara biasanya petani sangat butuh uang untuk menutup utang saat produksi dan persiapan tanam berikutnya.

Ia tidak tahu penyebab merosotnya harga gabah. Sebagai petani biasa, dia berharap pemerintah bergerak dan mengeluarkan kebijakan yang bisa menyelamatkan petani.

”Kita tidak tahu harus bagaimana, yang jelas kita butuh kehadiran pemerintah saat petani menangis seperti saat ini,” ujarnya.

Senada, Tarno, petani asal Tanon juga mengeluhkan harga jual gabah yang sangat rendah pada musim tanam ini. Di mana harga seperempat hektar padi hanya laku Rp 5,5 juta. Padahal jika normal bisa mencapai Rp 8 juta.

“Harapan kami, pemerintah bisa turun tangan mencari solusi. Kalau dibiarkan terus seperti ini, petani akan bangkrut. Sudah biaya produksi, pupuk, tenaga makin mahal, harga jual nggak sebanding,” tandasnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Disperketapang) Sragen Ekarini Mumpuni menyarankan untuk situasi saat ini harga panen raya memang agak turun.

Guna menyiasati, ia menyarankan agar petani mengeringkan padinya lebih dahulu agar tidak terlalu anjlok.

”Jika dijual di sawah, harganya tentu turun. Kadar airnya tinggi. Sebaiknya hasil panen dikeringkan dahulu. Ada beberpa kelompok tani sudah diberi bantuan pemerintah berupa alat pengering. Itu bisa dimaksimalkan,” paparnya. Wardoyo

Berita ini sudah dimuat di https://joglosemarnews.com/2021/02/pemerintah-dengar-jeritan-para-petani-di-sragen-harga-gabah-panen-raya-ini-hancur-lebur-anjlok-hingga-60-biaya-produksi-dan-pu