GROBOGAN.NEWS Semarang

Inilah Perjuangan dan Cara Efektif Cegah Pernikahan Dini di Jateng

Ketua Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW) Jateng, Nawal Arafah Taj Yasin saat menjadi narasumber di Stasiun TVRI Semarang dalam dialog interaktif “Sing Apik Mata Hati” dengan tema “Pernikahan Usia Anak” Jumat (27/11). Foto : Istimewa

SEMARANG, GROBOGAN.NEWS-Upaya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk menekan angka pernikahan di usia anak terus digencarkan dengan beragam program.

Di antaranya melalui program “Jokawin Bocah”, akses pendidikan gratis, pendidikan pranikah, serta pemberdayaan ekonomi dengan melibatkan berbagai organisasi dan komponen masyarakat.

Ketua Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW) Jateng, Nawal Arafah Taj Yasin menegaskan, program-program itu harus dikerjakan secara bersama-sama lintas sektoral.

Saat menjadi narasumber di Stasiun TVRI Semarang dalam dialog interaktif “Sing Apik Mata Hati” dengan tema “Pernikahan Usia Anak” Jumat (27/11/2020), Nawal menyebutkan, angka pernikahan usia anak di Jateng meningkat. Pada 2019 tercatat sebanyak 2.049 kasus, kemudian pada semester II pada 2020 naik menjadi 4.618 kasus.

Nawal menjelaskan, pemprov melibatkan komunitas, organisasi, PKK, akademisi, media, serta seluruh komponen masyarakat bekerja sama secara terstruktur, holistik, dan komprehensif.

Semua bekerja sama mengurai dan menyelesaikan berbagai persoalan yang menyebabkan peningkatan kasus pernikahan dini.
Menurutnya, pernikahan dini terjadi karena berbagai faktor.

Di antaranya menyangkut faktor agama, kemiskinan, pendidikan, dan budaya. Pernikahan di usia anak terjadi karena pemahaman agama yang sempit.

Misalnya daripada terjadi kumpul kebo, maka lebih baik dinikahkan. Untuk faktor ekonomi, banyak terjadi karena orang tua beranggapan, menikahkan anak merupakan jalan pintas untuk menyudahi kemiskinan.

“Tidak sedikit pula pernikahan usia anak terjadi karena faktor budaya. Masyarakat masih banyak yang menganut budaya anak perempuan dapat macak, masak, dan manak kemudian dinikahkan,” terang dia.

“Selain itu juga larena adanya dispensasi usia pernikahan, sehingga dispensasi nikah ke depan harus ada rekomendasi, dari psikolog dan lembaga-lembaga terkait lainnya, ” katanya.

Namun, karena pengetahuan dan pendidikan masih minim, kata dia, mereka tidak mengetahui risiko kesehatan reproduksi dan pentingnya berbagai hal tentang rumah tangga.

Karenanya Pemprov Jateng melakukan pendampingan, pelatihan-pelatihan usaha, sosialisasi manajemen keuangan keluarga, edukasi, penyuluhan tentang pernikahan yang sehat dan berdaya kepada generasi milenial di berbagai daerah.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Jateng, Retno Sudewi menambahkan, pihaknya tidak hanya gencar menyosialisasikan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, juga menggandeng berbagai pihak melakukan edukasi, serta menyusun beragam program.

“Harus ada semacam jargon agar sosialisasi mengena. Jargon ‘Jokawin Bocah’ adalah supaya anak-anak tidak menikah pada usia anak. Berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2019, jangan menikah sebelum usia 19 tahun,” jelasnya. Kahlil Tama