MAGELANG, GROBOGAN.NEWS– Semua orang pernah merasakan bosan. Namun, fenomena kebosanan yang dirasakan para pengungsi erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Magelang harus dilawan demi keselamatan para pengungsi.
Meski banyak orang merasa bosan ketika tidak ada yang bisa dikerjakan, Namun, kalau dipikir-pikir, perasaan bosan itu hal yang aneh jika dibandingkan keselamatan.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Magelang, Edy Susanto, menegaskan, diperlukan kearifan dan sikap mengalah menghadapi ketidakpastian Gunung Merapi. Terutama apabila gunung yang berada di perbatasan Jateng DIY ini tidak bisa ditahan lagi yakni erupsi.
“Mau tidak mau warga harus mengalah dan menyingkir dari zona bahaya,” kata dia saat dikonfirmasi menyikapi puluhan pengungsi yang nekat pulang ke rumahnya masing- masing, Jumat (27/11).
Edy menegaskan lebih detail, mengungsi merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, apabila status Merapi naik menjadi
“Awas”. Pengosongan zona bahaya sesuai rekomendasi BPPTKG harus dipatuhi,” terang dia.
“Namun kami tetap berdoa, semua baik- baik saja dan aman,” harapnya.
Edy mengatakan lebih lanjut, pengungsi yang nekat pulang merupakan pengungsi dari Desa Ngargomulyo Dukun.
Tercatat ada 27 pengungsi dari Dusun Karanganyar; dua orang dari Dusun Batur Ngisor dan lima orang dari Dusun Ngandong yang pulang. Mereka selama ini menempati tempat pengungsian di PAY Muhammadiyah Muntilan.
Alasan mereka juga beragam, namun yang utama adalah rasa jenuh tinggal di pengungsian. Alasan lain, menengok rumah yang sudah lama ditinggalkan.
Edi mengatakan, tantangan BPBD adalah menghadapi ketidakpastian Merapi kapan akan meletus.
“Data memang bisa direkam dan dianalisis oleh ahlinya dalam hal ini BPPTKG,” ujarnya.
Karena tidak ada kepastian, menjadikan warga lereng Merapi lama di tempat pengungsian. Keadaan itu membuat potensi kejenuhan dan rindu untuk pulang ke rumah.
“Namun apabila ada tanda-tanda mengkhawatirkan atau bila ada instruksi untuk mengungsi, maka mereka harus mengungsi,” tandasnya. F Lusi