PURWODADI, GROBOGAN.NEWS-Sistem pendataan Sustainable Development Goals (SDGs) dinilai mengalami sejumlah kendala. Di Kabupaten Grobogan, progres pendataan SDGs baru mencapai sekitar 50 persen.
Informasi yang berhasil dihimpun, lambannya pendataan SDGs karena adanya kendala pada server pusat untuk pendataan online (daring). Selain itu, adanya kesulitan menemui warga saat wawancara.
Padahal, sesuai rencana pemerintah melalui kementerian, anggaran yang akan dibreakdown ke desa berpatokan dengan hasil pendataan SDGs.
Kabid Pembangunan Desa Dispermades Gobogan M. Soleh, menjelaskan, sudah seharusnya program SDGs benar-benar direncanakan dengan baik, sehingga tidak menyulitkan pihak pemerintah desa dalam menganggarkan SDGs.
“Program SDGs terkesan tergesa-gesa, adanya rencana di bulan Maret kemudian aplikasinya di bulan Mei. Khususnya di Grobogan, sebagian kepala desa bersedia merubah APBDes ketika muncul perbup ataupun surat edaran hingga program tak bisa langsung jalan. Hal itu menjadi penyebab lambannya pelaksanaan program di Kabupaten Grobogan,” ujarnya, Rabu (16/6).
Menurutnya, intruksi Direktur Jenderal Kementerian Desa Nomor 5/PR.03.01III/2021 tanggal 1 Maret 2001 tentang pemutahiran data IDM Berbasis SDGs Desa, serta Surat Direktur Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan tanggal 21 April 2021 yang telah ditindaklanjuti oleh Surat Bupati Grobogan Nomor 421.1/241/2021 tanggal 23 April 2021 perihal Penegasan Pemutakhiran Data IDM Berbasis SDGs tenggat waktu terlalu pendek.
“Seharusnya ada spelling waktu antara adanya peraturan kementerian dengan pelaksanaan di lapangan, agar desa bisa menganggarkan tanpa harus merubah RAPBDes atau setidaknya enam bulan sejak adanya intruksi,” pintanya.
Selain itu, pengisian perangkat desa di Grobogan juga turut menghambat pendataan, karena ketua tim SDGs sendiri adalah sekretaris desa yang juga berperan sebagai panitia pengisian perangkat desa.
Di sisi lain, kemampuan enumerator yang turun ke lapangan untuk melakukan pendataan warga, kurang menguasai teknologi, sehingga, mereka mengalami kesulitan saat mempraktekan pendataan SDGs berbasis Android tersebut.
Guna mengejar target waktu yang ditentukan, pendamping desa membantu dalam penggandaan formulir di Kabupaten Grobogan melalui rekanan. Namun, hingga saat ini pendataan SDGs di Grobogan belum juga usai.
Saat ditanyakan lebih dalam tupoksi pendamping desa terkait pengadaan barang, Tenaga Ahli (TA) Kabupaten Grobogan, Sutarto mengaku, penggandaan formulir yang diakomodir oleh pendamping desa seharusnya tidak dilakukan. Namun begitu, pihaknya tak mau larut di dalamnya, lantaran hal itu bukan tugas dan wewenangnya.
“Sesuai tugas, saya terjun langsung ke desa -desa untuk melakukan sosialisasi serta bintek SDGs, selain itu saya tidak mau ikut bermain-main,” paparnya.
Dijelaskannya lebih lanjut, dalam Pasal 7 Peraturan Bupati Grobogan nomor 20 tahun 2020 tentang pengadaan barang/jasa di desa, seharusnya pengadaan di desa, mengutamakan peran serta masyarakat melalui swa kelola dengan memaksimalkan sumber daya yang ada di desa secara gotong-royong.
Sementara pada pasal 10 dijelaskan dalam pengadaan barang/jasa di desa, harus terdapat lima pihak yakni, kepala desa, kasi/kaur, TPK, masyarakat, dan penyedia.ARY