GROBOGAN.NEWS Umum Nasional

Penyidik Senior dan Berintegritas KPK, Novel Baswedan Bicara Blak-blakan Soal Materi TWK yang Membuat Dirinya Tidak Lolos

Novel Baswedan / tempo.co

JAKARTA, GROBOGAN.NEWS – Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat peralihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) banyak menuai kontroversi.

Sebenarnya seperti apakah model pertanyaan dalam TWK tersebut, sampai-sampai 75 pegawai dan penyidik berintegritas justru  tidak lolos dan dipecat dari lembaga antirasuah tersebut?

Ini dia penilaian blak-blakan dari penyidik senior  KPK,  Novel Baswedan. Menurut penilaiannya, Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tidak relevan dengan tugas sebagai penyidik dan pegawai di lembaga anti rasuah itu.

Ia pun mengungkap beberapa soal TWK itu yang diduga memang didesain untuk sengaja menyingkirkan 75 pegawai.

TWK digunakan sebagai alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Hasil dari TWK, 1.274 pegawai, 75 di antaranya tak lolos.

“TWK digunakan untuk menyeleksi pegawai KPK yang telah berbuat nyata bagi bangsa dan negara Indonesia melawan musuh negara yang bernama korupsi. Bukan baru hanya berwawasan saja,” kata Novel melalui keterangan tertulis pada Selasa, 11 Mei 2021.

Berkaitan dengan pernyataan pimpinan KPK yang mengatakan bahwa ada 75 pegawai KPK tidak lulus TWK, kata Novel, masyarakat harus mengritisi apa itu TWK dan apa yang menjadi ukuran lulus atau tidak lulusnya.

“Kebetulan saya disebut sebagai salah satu dari 75 pegawai KPK yang katanya tidak lulus TWK tersebut. Dan saya masih ingat apa saja pertanyaan dan jawaban saya dalam tes tersebut,” ucap Novel.

Berikut adalah contoh pertanyaan yang disampaikan kepada Novel:

1. Apakah Saudara setuju dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan tarif dasar listrik (TDL)?

Jawaban: Saya merasa tidak ahli bidang politik dan ekonomi, dan tentunya karena adalah penyidik Tindak Pidana Korupsi, saya lebih tertarik untuk melihat tentang banyaknya dugaan praktik korupsi dalam pengelolaan listrik negara, dan inefisiensi yang menjadi beban bagi tarif listrik.

2. Bila Anda menjadi ASN, lalu bertugas sebagai penyidik, apa sikap anda ketika dalam penanganan perkara di intervensi, seperti dilarang memanggil saksi tertentu dan sebagainya?

Jawaban: Dalam melakukan penyidikan tidak boleh dihalangi atau dirintangi, karena perbuatan tersebut adalah pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan sebagai seorang ASN, saya tentu terikat dengan ketentuan Pasal 108 ayat 3 KUHAP, yang intinya pegawai negeri dalam melaksanakan tugas mengetahui adanya dugaan tindak pidana wajib untuk melaporkan. Sehingga respon saya akan mengikuti perintah Undang-Undang yaitu melaporkan bila ada yang melakukan intervensi.

3. Apakah ada kebijakan pemerintah yang merugikan anda?

Jawaban: Sebagai pribadi saya tidak merasa ada yang dirugikan. Tetapi sebagai seorang warga negara saya merasa dirugikan terhadap beberapa kebijakan Pemerintah, yaitu diantaranya adalah UU No 19/2019 yang melemahkan KPK dan ada beberapa UU lain yang saya sampaikan. Hal itu saya sampaikan karena dalam pelaksanaan tugas di KPK saya mengetahui beberapa fakta terkait dengan adanya permainan/pengaturan dengan melibatkan pemodal (orang yang berkepentingan), yang memberikan sejumlah uang kepada pejabat tertentu untuk bisa meloloskan kebijakan tertentu.

Walaupun ketika itu belum ditemukan bukti yang memenuhi standar pembuktian untuk dilakukan penangkapan. Tetapi fakta-fakta tersebut cukup untuk menjadi keyakinan sebagai sebuah pengetahuan. Sebaliknya, bila dijawab bahwa semua kebijakan adalah baik dan saya setuju, justru hal tersebut adalah tidak jujur yang bertentangan dengan norma integritas. Kita tentu memahami bahwa Pemerintah selalu bermaksud baik, tetapi faktanya dalam proses pembuatan kebijakan atau UU seringkali ada pihak tertentu yang memanfaatkan dan menyusupkan kepentingan sendiri atau orang lain hal itu dilakukan dengan sejumlah imbalan (praktik suap) yang akhirnya kebijakan atau output UU tersebut merugikan kepentingan negara dan menguntungkan pihak pemodal (pemberi uang yang berkepentingan).

Menurut Novel, TWK seperti itu tidak cocok digunakan untuk menyeleksi pegawai negara atau aparatur yang telah bekerja lama, terutama yang bertugas bidang pengawasan terhadap aparatur atau penegak hukum, apalagi terhadap pegawai KPK. Menurut dia, pegawai-pegawai KPK tersebut telah menunjukkan kesungguhannya dalam bekerja menangani kasus-kasus korupsi besar yang menggerogoti negara, baik keuangan negara, kekayaan negara, dan hak masyarakat.

Novel menilai, TWK baru akan relevan bila digunakan untuk seleksi calon pegawai dari sumber fresh graduate. Tetapi juga tidak dibenarkan menggunakan pertanyaan yang menyerang privasi, kehormatan atau kebebasan beragama.

Dengan demikian menyatakan tidak lulus TWK terhadap 75 pegawai KPK yang kritis adalah kesimpulan yang sembrono dan sulit untuk dipahami sebagai kepentingan negara. Redaksi

Berita ini sudah dimuat di https://joglosemarnews.com/2021/05/472592/