GROBOGAN.NEWS Umum Nasional

Jaringan Gusdurian Minta Adanya Evaluasi Total TWK Pegawai KPK

Alissa Wahid. Dok. Tempo

JAKARTA, GROBOGAN.NEWS-Jaringan Gusdurian mengecam adanya sejumlah pertanyaan dalam Tes Wawasan Kebangsaan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang bermuatan diskriminasi, pelecehan terhadap perempuan, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Koordinator Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, mengatakan komitmen berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tak boleh diukur melalui serangkaian pertanyaan yang diskriminatif, rasis, dan melanggar HAM.

Beberapa pertanyaan dalam Tes Wawasan Kebangsaan alias TWK itu di antaranya soal alasan belum menikah, kesediaan dipoligami, melepas jilbab, hingga doa qunut.

“Jaringan Gusdurian meminta Presiden RI Joko Widodo untuk melakukan evaluasi total dan tidak menggunakan hasil penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan yang cacat moral tersebut untuk menyeleksi pegawai KPK,” kata Alissa dalam keterangannya, Selasa, 11 Mei 2021.

Sebanyak 75 dari 1.351 pegawai KPK yang mengikuti alih fungsi status menjadi ASN dinyatakan tak lolos wawasan kebangsaan. Ketua KPK Firli Bahuri pun telah meneken surat menonaktifkan para pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan tersebut.

Alissa mengatakan sebagian besar pegawai KPK memang dinyatakan lolos tes wawasan kebangsaan. Namun ia mengatakan tes wawasan kebangsaan itu tetap menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat. Apalagi, dalam daftar yang tak lolos itu terdapat beberapa pegawai KPK yang berintegritas dan mengungkap berbagai kasus besar.

Jaringan Gusdurian pun meminta pemerintah agar tak menjadikan tes wawasan kebangsaan sebagai alat untuk menyingkirkan orang-orang yang mempunyai komitmen dan integritas dalam pemberantasan korupsi.

Menurut Alissa, pemerintah mesti transparan agar tak menimbulkan kecurigaan adanya penyingkiran terhadap orang-orang berintegritas dalam tubuh KPK.

Berikutnya, Jaringan Gusdurian meminta Presiden Jokowi dan Dewan Perwakilan Rakyat mengembalikan independensi KPK. Alissa mengatakan, UU KPK hasil revisi menimbulkan pelemahan yang sangat nyata di tubuh komisi antirasuah tersebut.

Padahal sejak didirikan, ujarnya, KPK terbukti mampu menjadi lembaga yang berintegritas dalam memberantas korupsi. “Pelemahan terhadap KPK menjadi indikasi berkurangnya komitmen pemberantasan korupsi yang membahayakan masa depan bangsa dan negara,” kata Alissa.

Di samping itu, Alissa mengajak seluruh masyarakat untuk terus mengawal upaya pemberantasan korupsi dan independensi KPK dari upaya pelemahan dari narasi dan stigma negatif yang memecah belah bangsa.

Ia mengingatkan, KPK didirikan melalui proses panjang sejak era Presiden B.J. Habibie, dibangun pondasi di masa Abdurrahman Wahid, hingga diresmikan di era Megawati Soekarnoputri. “Sudah seharusnya pemberantasan korupsi menjadi agenda utama negara karena korupsi sangat menghancurkan sendi-sendi kehidupan,” ujarnya.