GROBOGAN.NEWS Umum Nasional

Hadapi Lebaran 2021 Tak Perlu Risau, Kemnaker Pastikan Pekerja Kontrak dan Outsourcing Berhak Terima THR

Ilustrasi THR / pixabay

JAKARTA, GROBOGAN.NEWS – Menghadapi hari raya Lebaran, para pekerja dengan status outsourcing (alih daya), kontrak, ataupun pekerja tetap (PKWT dan PKWTT) rupanya tak perlu risau.

Pasalnya, pemerintah telah memastikan bahwa mereka berhak menerima Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan.

Hal itu ditegaskan oleh  Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri.

Perihal pembayaran THR Keagamaan itu sesuai Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

SE tersebut pada prinsipnya mewajibkan pengusaha untuk memberi THR Keagamaan secara penuh kepada pekerja/buruhnya pada H-7 Lebaran.

“THR Keagamaan wajib diberikan dalam bentuk uang rupiah dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan,” kata Putri dalam keterangan tertulis, Minggu (25/4/2021).

Putri mengatakan ada tiga jenis pekerja/buruh yang berhak memperoleh THR Keagamaan. Pertama, pekerja/buruh berdasarkan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) yang memiliki masa kerja 1 bulan secara menerus atau lebih.

Kedua, pekerja/buruh berdasarkan PKWTT yang mengalami PHK oleh pengusaha terhitung sejak H-30 hari sebelum hari raya keagamaan.

Ketiga, pekerja/buruh yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut, apabila dari perusahaan lama belum mendapatkan THR.

“THR wajib dibayar penuh dan tepat waktu. Dalam pembayaran THR tidak ada perbedaan status kerja. Para pekerja outsourcing maupun pekerja kontrak, asalkan telah bekerja selama satu bulan atau lebih dan masih memiliki hubungan kerja pada saat hari keagamaan berlangsung, maka berhak mendapatkan THR juga,” ujar Putri.

Ketentuan besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan adalah 1 bulan upah untuk pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, sedangkan pekerja/buruh yang masa kerjanya 1 bulan secara terus menerus sampai dengan kurang dari 12 bulan, berhak mendapat THR yang dihitung secara proporsional sesuai masa kerjanya.

Penghitungan upah sebulan yakni upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih; atau upah pokok termasuk tunjangan tetap. Apabila upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tidak tetap maka perhitungan THR dihitung berdasarkan upah pokok.

“Dari perhitungan upah tersebut, tidak menutup kemungkinan perusahaan juga dapat memberikan THR yang nilainya lebih besar dari peraturan perundang-undangan, di mana hal tersebut terlebih dahulu ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama atau kebiasaan yang selama ini memang telah dilakukan oleh perusahaan,” ujar Putri.

Adapun pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian, upah satu bulan dihitung melalui dua ketentuan.

Ketentuan tersebut memiliki masa kerja 12 bulan atau lebih (rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya) dan masa kerja kurang dari 12 bulan (rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja). Daniel

Berita ini sudah dimuat di https://joglosemarnews.com/2021/04/470219/