GROBOGAN.NEWS Umum Nasional

Inilah Penyakit Penyerta yang Boleh dan Tidak Mendapat Vaksin Covid-19 serta Sebabnya

Petugas kesehatan menyuntikkan Vaksin COVID-19 ke seorang tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Andhika, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat, 15 Januari 2021. Tahap pertama vaksinasi Covid-19 akan menyasar sebanyak 1,2 juta tenaga kesehatan yang merupakan garda terdepan dalam penanganan dan vaksinasi tersebut juga akan mengurangi gugurnya dokter dan tenaga kesehatan yang angkanya sudah tinggi. vaksinasi bertujuan untuk membentuk kekebalan tubuh dari infeksi virus Corona atau SARS-CoV-2. TEMPO/M Taufan Rengganis

JAKARTA, GROBOGAN.NEWS-Walaupun pemberian vaksin Covid-19 menjadi salah satu cara dan upaya yang cukup ampuh untuk mengurangi angka penularan, vaksinasi juga harus melewati perizinan yang cukup ketat. Dr. Jarir At Thobari dari FKKMK UGM mengatakan penggunaan vaksin dapat melalui proses Emergency Use Authorization (EUA). Proses ini sudah lama digunakan saat adanya virus H1N1.

“Jadi memang ada perbedaan dua tipe regulatori seperti Badan POM di dalam memberikan izin penggunaan suatu produk farmasetik. Yang pertama adalah yang disebut sebagai otorisasi marketing, jadi memberikan otorisasi untuk memasarkan produk tersebut kepada industri yang memproduksi produk obat atau vaksin itu,” ujar Jarir  dalam bincang-bincang virtual “Vaksin COVID-19, Tak Kenal Maka Tak Kebal. Komorbid, Bolehkah?”, Kamis, (14/1/2021) lalu.

“Namun, ada beberapa kenyataan di lapangan bahwa karna ada masalah kesehatan masyarakat yang sangat besar maka penggunaan izin untuk melakukan penggunaan obat itu bisa melalui proses yang disebut sebagai Emergency Use Authorization atau disebut sebagai izin penggunaan kegawatdaruratan. Pada kasus vaksin sebenarnya untuk EUA ini sudah sering sekali dilakukan hanya mungkin masyarakat baru mengetahui kata-kata itu pada saat pandemi ini. Sebenarnya kita sudah menggunakannya sudah cukup lama karena pernah kita gunakan pada kasus H1N1,” tambahnya.

Dalam webinar ini juga dibahas penderita komorbid yang tidak bisa atau belum layak vaksinasi Covid-19 yaitu:

  1. Penyakit autoimun sistemik (SLE, Sjogren, vaskulitis, dan autoimun lainnya). Pasien tidak dianjurkan untuk diberikan vaksin Covid-19 sampai hasil penelitian yang lebih jelas telah dipublikasi.
  2. Sindrom Hyper IgE. Pasien penyakit ini tidak dianjurkan untuk diberikan vaksin Covid-19 sampai hasil penelitian yang lebih jelas telah dipublikasi.
  3. Pasien dengan infeksi akut. Pasien dengan kondisi penyakit infeksi akut yang ditandai dengan demam menjadi kontraindikasi vaksinasi.
  4. Penyakit ginjal kronis (PGK) nondialisis, PGK dialisis, transplantasi ginjal, sindroma nefrotik dengan imunosupresan/kortikosteroid. Pemberian vaksin belum direkomendasikan pada pasien penyakit ini karena belum ada uji klinis mengenai efikasi dan keamanan vaksin tersebut terhadap populasi ini.
  5. Hipertensi atau tekanan darah tinggi. Beberapa uji klinis dari sejumlah vaksin Covid-19 telah meneliti pasien dengan hipertensi. Sayangnya, penderita penyakit ini belum direkomendasikan mendapat vaksin Covid-19 karena belum ada rekomendasi. Rekomendasi menunggu hasil uji klinis di Bandung.
  6. Gagal jantung. Belum ada data mengenai keamanan vaksin pada pasien ini.
  7. Penyakit jantung koroner. Belum ada data mengenai keamanan vaksin Covid-19 pada penyakit ini.
  8. Rematik autoimun (autoimun sistemik). Hingga saat ini belum ada data. Pemberian vaksin Covid untuk pasien ini harus mempertimbangkan risiko dan keuntungan kasus per kasus secara individual, dan membutuhkan informed decision dari pasien.
  9. Penyakit-penyakit gastrointestinal. Penyakit-penyakit gastrointestinal yang menggunakan obat-obat imunosupresan, sebetulnya tak masalah diberikan vaksinasi Covid-19. Hanya saja respons imun yang terjadi tidak seperti yang diharapkan.
  10. Hipertiroid/hipotiroid karena autoimun, tidak dianjurkan diberikan vaksin Covid-19 sampai ada hasil penelitian jelas.
  11. Kanker. Studi klinis Sinovac tidak melibatkan pasien dengan kondisi tersebut. Belum ada data pada kelompok tersebut, sehingga belum dapat dibuat rekomendasi terkait pemberian vaksin.
  12. Pasien hematologi onkologi. Studi klinis Sinovac juga tidak melibatkan pasien dengan kondisi ini, jadi belum dapat dibuat rekomendasi terkait pemberian vaksin Sinovac pada kelompok ini.

Meski demikian, bukan berarti pasien komorbid tidak bisa mendapat vaksinasi. Masyarakat golongan ini tetap bisa mendapatkannya asal komorbid di penyakit seperti ini:

  1. Reaksi anafilaksis yang bukan akibat vaksinasi Covid-19
  2. Riwayat alergi obat
  3. Riwayat aleri makanan
  4. Asma bronkial (jika pasien dalam keadaan asma akut, disarankan menunda vaksinasi sampai asma pasien terkontrol baik.)
  5. Rhinitis alergi
  6. Urtikaria (jika tak ada bukti timbulnya urtikaria atau biduran/ruam kulit akibat vaksinasi, maka vaksin layak diberikan. Tapi bila ada bukti urtikaria, maka menjadi keputusan dokter klinis untuk pemberian vaksin. Pemberian antihistamin dianjurkan sebelum dilakukan vaksinasi.)
  7. Dermatitis atopi
  8. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) (Pasien dalam kondisi PPOK eksaserbasi akut disarankan menunda vaksinasi sampai kondisi eksaserbasi teratasi.)
  9. Tuberkulosis. Pasien TBC, termasuk TB paru, dalam pengobatan layak mendapat vaksin Covid-19 minimal setelah dua minggu mendapat obat anti-tuberkulosis.
  10. Kanker paru (Pasien kanker paru dalam kemoterapi/terapi target layak mendapat vaksinasi.)
  11. Interstitial Lung Disease (ILD). Bisa mendapatkan vaksin jika dalam kondisi baik dan tidak dalam kondisi akut.
  12. Penyakit hati. Penilaian kebutuhan vaksinasi pada pasien dengan penyakit hati kronis sebaiknya dinilai sejak awal, saat vaksinasi paling efektif/respons vaksinasi optimal. Jika memungkinkan, vaksinasi diberikan sebelum transplantasi hati.)
  13. Diabetes Melitus (DM). Penderita DM tipe 2 terkontrol dan HbA1C di bawah 58 mmol/mol atau 7,5 persen dapat diberikan vaksin.
  14. HIV. Vaksinasi yang mengandung kuman yang mati/komponen tertentu dari kuman dapat diberikan walaupun CD4200.
  15. Obesitas. Pasien obesitas tanpa komorbid berat bisa mendapatkan vaksin.
  16. Nodul tiroid, bila tak keganasan tiroid, pasien bisa mendapatkan vaksin.
  17. Pendonor darah. Pendonor darah sebaiknya bebas vaksinasi selama setidaknya empat minggu, untuk semua jenis vaksin. Jika vaksin Sinovac diberikan dengan jeda dua minggu antardosis, maka setelah enam minggu baru bisa donor kembali.
  18. Penyakit gangguan psikosomatis. Sangat direkomendasikan dilakukan komunikasi, pemberian informasi, dan edukasi yang cukup lugas pada penerima vaksin. Perlu dilakukan identifikasi masalah gangguan psikosomatik, khususnya gangguan ansietas dan depresi. Orang yang sedang mengalami stres (ansietas/depresi) berat, dianjurkan diperbaiki kondisi klinisnya sebelum menerima vaksin.