GROBOGAN.NEWS Umum Jogja

UGM Harap GeNose Tak Mangkrak Jika Berada di Tangan Pemerintah

alat deteksi Covid-19 GeNose. Foto : doc UGM

JOGJAKARTA, GROBOGAN.NEWS-Universitas Gadjah Mada (UGM) berharap temuan alat deteksi Covid-19 GeNose tak mubazir, sebaliknya mampu berkontribusi menekan sebaran kasus penyakit infeksi itu yang kian tinggi belakangan ini. Caranya, diperhatikan manajemen distribusi yang efektif.

“Jika benar alat ini kelak mau digunakan pemerintah, kami harap sasarannya tepat agar alat itu tidak mangkrak,” ujar Ketua tim pengembang GeNose UGM, Kuwat Triyana, seperti dilansir Tempo.co, Senin (28/12).

Kuwat menuturkan, alat yang durasi penelitiannya dimampatkan dari 3-4 tahun menjadi 4-6 bulan saja itu, misalnya, tidak akan efektif jika dibeli perorangan. Tim penelitinya pun berharap alat itu bukan ditempatkan di ruang yang sunyi atau mobilitas manusianya minim.

Namun di tempat ramai atau mobilitas tinggi. Contohnya, di kantor-kantor kecamatan, bandara, stasiun, rumah sakit, atau instansi yang mobilitasnya tinggi seperti badan penanggulangan bencana nasional (BNPB).

Dengan kapasitas produksi hanya 10 ribu unit per bulan yang dimulai Januari 2021, Kuwat menarget satu alat GeNose itu bisa menguji 120-300 orang per hari dalam satu lokasi. “Cita-cita kami alat itu di Indonesia bisa menguji 1,2 juta orang per hari, itu pengujian terbesar di dunia karena dengan PCR kan kurang dari 40 ribu sampel per hari,” ujarnya.

Dengan pengujian sampel sebanyak itu, ujar Kuwat, orang-orang tanpa gejala, sakit, dan yang sehat segera bisa dipisahkan untuk melakukan aktivitas masing-masing sesuai kondisinya. Karenanya, akan sangat disayangkan jika alat yang bisa bekerja cepat dan relatif mudah itu didistribusikan di tempat yang minim mobilitas.

“Karena tujuan utama alat itu untuk mempercepat testing dan tracing,” katanya sambil menambahkan pihaknya juga siap dengan team trainer of trainee (TOT).

Bagi operator saat menggunakan alat itu, pertama hanya perlu memberitahukan ke pasien saat harus mengembuskan napas agar masuk kantong plastik yang sudah distandarisasi dari alat itu. Saat napas pasien sudah masuk, kantong itu dikunci dengan alat yang sudah ada. Kemudian terakhir memasukkan sampel tadi ke mesin GeNose yang sudah disediakan secara plug-in untuk dianalisa.

Menurut Kuwat, peralatan cukup ditempatkan di lokasi yang kering, dilepas power listriknya jika tak dipakai. Hanya, saat digunakan, alat yang mengandalkan sistem kecerdasan buatan itu telah dirancang peka dan responsif terhadap lingkungannya.

Misalnya akan dipakai di tempat yang lembap, alat itu akan memberikan sinyal atau tanda agar berpindah. “Saran kami alat itu dipakai di ruang terbuka atau di tempat tertutup tapi pintu-jendelanya terbuka dan sirkulasi udaranya baik,” ujar Kuwat.

Termasuk, direkomendasikan tidak menggunakan alat rapid test itu di tempat yang dipenuhi aroma parfum. Kuwat menuturkan, pihaknya sendiri belum sampai tahap akhir menguji seberapa lama atau berapa kali pemakaian alat itu hingga kinerjanya akan menurun.

Menristek Ungkap Penyempurnaan yang Harus Dilakukan GeNose UGM

“Dari penelitian terakhir dalam jangka setahun pun alat itu belum perlu kalibrasi karena kinerjanya masih prima, sementara belum ada batasan penggunaan alat itu,” ujarnya.