JAKARTA, GROBOGAN.NEWS – Menteri Sosial Juliari Batubara telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial Covid-19. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Juliari telah menerima suap dari rekanan proyek bansos senilai miliaran rupiah.
Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, pada Pasal 2 ayat 2, tertulis dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana yang dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Lantas bagaimana dengan Juliari? Adakah peluang Mensos itu diancam dengan hukuman mati?
Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan bahwa KPK masih mengumpulkan barang bukti untuk menjerat Juliari Batubara dengan hukuman maksimal pidana mati.
“Terkait dengan pasal-pasal khususnya Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor, tentu kami akan dalami terkait dengan apakah Pasal 2 (hukuman mati) itu bisa kita buktikan terkait dengan pengadaan barang dan jasa,” ujar Firli di Gedung KPK, Minggu (6/11/2020).
Menurut Firli, penyidik KPK hingga saat ini masih fokus dalam mengungkapkan tindak pidana korupsi terkait suap dan gratifikasi.
“Perlu diingat bahwa yang kami sampaikan hari ini adalah salah satu klaster dari tindak pidana korupsi, yaitu penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara, atau untuk menggerakkan seseorang agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu,” kata Firli.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Selain Menteri Sosial Juliari Batubara, KPK juga menetapkan dua pejabat Kemensos, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, serta Ardian IM dan Harry Sidabuke dari pihak swasta sebagai tersangka.
Kasus ini berawal ketika Juliari menunjuk dua pejabat pembuat komitmen (PPK) Matheus Joko Santoso dan Adi dalam pelaksanaan proyek ini dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.
“Dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS,” ucap Firli Bahuri.
Adapun untuk fee setiap paket bansos yang disepakati Matheus dan Adi sebesar Rp10.000 dari nilai Rp300.000.
Matheus dan Adi kemudian membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan penyediaan bansos pada Mei-November 2020. Rekanan yang dipilih adalah AIM, HS, dan PT Rajawali Parama Indonesia alias PT RPI yang diduga milik MJS.
“Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW,” ucap Firli.
Pada pendistribusian bansos Covid-19 tahap pertama diduga diterima fee Rp12 miliar. Matheus memberikan sekitar Rp8,2 miliar secara tunai kepada Juliari melalui Adi.
Kemudian penyaluran bansos tahap kedua terkumpul uang fee sekitar Rp8,8 miliar dari Oktober-Desember 2020. Total Juliari menerima sekitar Rp17 miliar yang kemudian diperuntukkan kebutuhan pribadinya.