GROBOGAN.NEWS Umum Nasional

Peserta KLB Partai Demokrat Ungkap Kejanggalan dalam Pemilihan Ketua Umum di Deli Serdang. Mengaku Dijanjikan Rp100 Juta, Tapi Cuma Terima Rp5 Juta

Ilustrasi Partai Demokrat.

JAKARTA, GROBOGAN.NEWS Salah seorang peserta Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang membongkar kejanggalan seputar pemilihan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko sebagai ketua umum.

Adalah Gerald Piter Runtuthomas, yang sebelumnya menjabat sebagai wakil ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kota Kotamobagu, yang mengaku turut hadir dalam KLB di Sibolangit.

Dia mengaku ada iming-iming uang hingga Rp100 juta apabila dirinya bersedia datang ke KLB untuk memilih Moeldoko. Namun pada akhirnya, pihaknya hanya menerima uang Rp5 juta setelah acara selesai.

“Saya mohon maaf dengan keterlibatan saya dengan iming-imingi uang dan saya ikut. Saya hanya dapat uang lima juta dari KLB,” ujar Gerald dalam video testimoninya dan dihadirkan langsung di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (8/3/2021).

Jumlah uang yang tak sesuai janji itu membuat sejumlah peserta merasa tidak terima. Saat menyuarakan protesnya, mereka kemudian dipanggil dan bertemu dengan mantan bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

“Kami memberontak karena tidak sesuai dan dipanggil, lalu ditambahi Rp5 juta oleh Bapak M Nazaruddin. Jadi saya dapat total Rp10 juta,” ujar Gerald seperti dikutip Republika.

Ungkap Kejanggalan

Namun sebelum itu, Gerald juga mengungkapkan adanya kejanggalan dari gelaran KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara.

Pertama adalah ketika dirinya yang notabene tak memiliki hak suara, namun justru diundang untuk hadir dalam forum yang memilih Moeldoko.

Gerald mengaku, awalnya dirinya tidak ingin mengikuti KLB karena sudah diperingatkan oleh ketua DPD di wilayahnya.

Namun pihak yang mengajaknya mengatakan, dirinya merupakan pemilik suara sah, ditambah dengan janji uang Rp100 juta yang akhirnya membuatnya setuju hadir.

“Ya tidak apa-apa yang penting ikut saja ke lokasi KLB, kita memilih ketum Pak Moeldoko dan dapat Rp100 juta. Kalau saya tidak di lokasi saya mendapatkan 25 persen, selesai KLB baru mendapatkan sisanya,” ujar Gerald.

Kejanggalan kedua yakni proses pemilihan ketua umum. Di lokasi KLB, Jhoni Allen Marbun menanyakan secara langsung kepada peserta yang hadir untuk memilih ketua umum Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang.

Jhoni, kata Gerald, kemudian menanyakan siapa peserta yang memilih Moeldoko dan kemudian peserta yang memilih akan berdiri. Lalu, ia kembali menanyakan siapa yang memilih mantan sekretaris jenderal Partai Demokrat Marzuki Alie dan kembali diikuti oleh peserta yang berdiri memilihnya.

“Tiba-tiba yang terpilih ketua umum dalam KLB adalah Pak Moeldoko. Sementara Pak Moeldoko tidak ada di tempat KLB, tetapi sudah ditetapkan sebagai ketua,” ujar Gerald.

Kejanggalan ketiga yakni terkait keanggotaan Moeldoko. Dikatakan Gerald, Moeldoko tiba-tiba sudah memiliki kartu tanda anggota (KTA) Partai Demokrat dalam KLB. Padahal KTA perlu ditandatangani oleh ketua umum partai, yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Selain itu, kata Gerald, pemilihan Moeldoko dipastikannya melanggar AD/ART partai yang telah disahkan pada 2020. Dalam KLB tersebut, Jhoni justru menunjukkan AD/ART baru yang membuat penunjukan Moeldoko sah.

“Saya menyatakan di sini sebagai pelaku dalam kongres tersebut, saya menolak hasil kongres itu. Karena banyak yang tidak sesuai aturan partai, tidak sesuai aturan yang berlaku, tidak sesuai AD/ART yang berlaku,” tegas Gerald.

Tak Berkaitan dengan Istana

Sementara itu, Jhoni Allen Marbun melalui keterangan pers yang dikirimkan kepada media, memberikan bantahan terkait tudingan yang menyebut Moeldoko yang terpilih sebagai ketua umum Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang adalah mewakili Istana.

Jhoni menjelaskan, inisiatif awal pendekatan Moeldoko datang dari kader-kader di internal partai. Jhoni menyebut, banyak kader yang tertarik dengan figur dan sosok seorang mantan Panglima TNI itu.

“Kamilah yang datang meminang. Kami melihat jenderal yang sangat potensial dan tidak memiliki kecacatan,” ujar Jhoni.

Ia berharap tak ada lagi pihak yang mengkait-kaitkan keterpilihan Moeldoko dengan pihak Istana. Sebab menurutnya, tak ada alasan yang kuat untuk menyeret keterkaitan Istana dengan keterpilihan kepala staf kepresidenan itu. “Tidak ada kaitannya terhadap jabatan Moeldoko,” tegas Jhoni.

www.republika.co.id