JAKARTA, GROBOGAN.NEWS – wacana kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 5 persen dalam revisi UU Pemilu perlu ditinjau ulang. Pasalnya, hal itu akan berkonsekuensi pada suara pemilih.
Demikian diungkapkan oleh Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII) Center for Public Policy, Arfianto Purbolaksono.
“Karena kenaikan PT akan berkonsekuensi terhadap suara pemilih,” kata Arfianto atau Anto dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/1/2021).
Anto mengatakan, meski wacana tersebut lebih baik dari sebelumnya yaitu 7 persen, tapi kenaikan ambang batas parlemen akan membuat semakin banyak suara pemilih yang terbuang.
“Karena itu sudah selayaknya hal ini kembali dipikirkan DPR agar suara pemilih tidak banyak terbuang,” katanya.
Anto mengatakan, kenaikan ambang batas juga tidak menjamin penyederhanaan partai politik.
Hal ini pun sudah terbukti di beberapa pemilu sebelumnya ketika adanya kenaikan ambang batas tidak serta merta membuat penyederhanaan partai politik di parlemen.
Bahkan, di tengah maraknya tuduhan oligarki kepada partai politik, Anto menuturkan rencana kenaikan ambang batas parkemen justru memperkuat tuduhan tersebut.
Apalagi, kata Anto, melihat kinerja DPR di mana jumlah RUU yang selesai diundangkan tiap tahunnya semakin minim.
“Hal ini tentunya membuat kepercayaan publik terhadap DPR semakin rendah,” kata dia.
Menurut Anto, jika masyarakat tidak lagi percaya parpol sebagai institusi demokrasi, maka akan mempengaruhi legitimasi parlemen sebagai representasi rakyat dalam sistem demokrasi. Makanya ia meminta wacana ambang batas parlemen di revisi UU Pemilu ditinjau ulang. Daniel
Berita ini sudah dimuat di https://joglosemarnews.com/2021/01/457662/