KARANGANYAR, GROBOGAN.NEWS-Kisah pilu dialami keluarga pemulung yang tinggal di komplek Pasar Palur, Desa Ngringo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar.
Kedua pemulung yakni, Janto (76) dan isterinya, Supadmi (70), sepasang pemulung yang hidupnya nomaden alias tidak punya rumah.
Sudah hampir 30 tahun rumahnya nebeng dengan memanfaatkan sebuah ruang kosong ukuran 4 meter di dekat dua bak sampah DPU Pasar Palur.
Hanya dengan sebuah kasur dan dua buah bantal lusuh, mereka tidur berdua selama ini. Atapnya pun seng dan dindingnya dari triplek.
Mereka tidur dengan tumpukan sampah yang dikumpulkan dari dua bak sampah pasar tersebut.
Meski begitu, sepasang pemulung itu setia walaupun sang istri Supadmi adalah difabel buta tuli dan susah berjalan. Meski begitu, Janto tetap cinta dan setia.
Namun kisah cinta sepasang pemulung itu terpaksa harus berakhir sampai di situ. Takdir berkata lain. Senin (25/1/2021) malam sekitar pukul 21.00 WIB, Janto meninggal dunia karena sakit sudah 5 hari ini.
Karena satu-satunya keluarga hanya istrinya, akhirnya seluruh proses pemakaman Janto diurus oleh warga Dusun Palur R T 06/03 Desa Ngringo. Almarhum dimakamkan pada malam itu juga, Selasa (26/1/2021) dini hari pukul 01.00 WIB di makam Desa Ngringo.
Kisah memilukan tak berakhir sampai di sini. Pasalnya, sepeninggal suaminya, Supadmi yang buta tuli dan susah berdiri, tak mau pergi dari tempat itu.
Ia selalu meronta-ronta ketika akan dipindahkan oleh warga ke tempat yang lebih layak untuk hidupnya.
Tokoh masyarakat Desa Ngringo Suprapto alias Koting (50) mengatakan, pihaknya sudah menghubungi dinas terkait Dinas Perdagangan Karanganyar maupun Dinas Sosial agar membantu memindahkan Supadmi ke panti sosial.
“Petugas dari Dinas Sosial akhirnya datang saat pemakaman malam itu untuk membantu pemakaman,” ujarnya.
Namun untuk memindahkan Supadmi, ternyata tidak semudah yang dibayangkan, dan membutuhkan waktu yang lama.
Menurut kisah Suprapto, Janto oleh warga Palur sudah dianggap seperti saudara sendiri, karena perilakunya baik dan bisa menjaga sopan santun.
Oleh dorongan perasaan iba, masyarakat sering memberinya makan atau sedekah dalam bentuk lain kepada sepasang suami isteri merana itu.
Suprapto, yang juga anggota DPRD Karanganyar itu mengisahkan, almarhum Janto dengan nama asli Harjanto Muhammad Mucjid dan Supadmi, merupakan warga asal Kabupaten Boyolali. Entah bagaimana ceritanya, sejak dulu Janto bekerja serabutan, namun seringnya sebagai tukang sapu Pasar Palur.
Sedangkan Supadmi, isterinya hanyalah ibu rumah tangga. Ia tak mampu membantu kerja suaminya untuk menambal kebutuhan hidup lantaran memiliki kekurangan fisik, buta dan tuli.
Namun setelah fisik Janto melemah karena usia, akhirnya dia diberhentikan oleh otoritas pasar saat itu dari pekerjaannya sebgai tukang sapu Pasar Palur.
Sejak itulah, Janto hidup sebagai pemulung dan tinggal di dekat bak sampah pasar. Di tengah kisah duka itu, muncil informasi bahwa Janto memiliki seorang anak perempuan, namum tidak diketahui di mana alamat tinggalnya.
Kini, sepeninggal suaminya, Supadmi berhasil dipindahkan ke Terminal Palur dan dijaga oleh FKPM Rajawali Dusun Palur.
“Warga siap mengawasi dan memelihara Ibu Supadmi sementara dipindahkan ke Terminal Palur. Kami menjaga 24 jam secara bergiliran karena kondisi fisiknya yang tidak bisa ke mana-mana,” ujarnya. Beni Indra