JAKARTA, GROBOGAN.NEWS – Para pekerja yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak mentah-mentah keputusan Menteri Ketenagakerjaan mengenai kenaikan upah minimum tahun 2022.
Penolakan itu dilakukan lantaran keputusan menteri tersebut tidak berpihak kepada para buruh, melainkan lebih memberikna angin kepada pihak perusahaan.
Menurut Presiden KSPI, Said Iqbal, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan saat ini bahkan lebih buruk dari masa Orde Baru silam.
Berlandaskan beleid tersebut, diproyeksikan rata-rata kenaikan upah minimum pada tahun 2022 hanya sebesar 1,09 persen. Di samping itu, beleid itu memuat adanya batas bawah dan batas atas pada upah minimum.
“Menaker lebih memberikan proteksi kepada kalangan pengusaha dan pemilik modal, dibandingkan memberi perlindungan kepada kaum pekerja atau buruh atau pegawai yang mengembalikan rezim upah murah jauh lebih buruk dari zaman Soeharto di era Orde Baru,” ujar Said Iqbal dalam konferensi pers, Selasa (16/11/2021).
Menurut Iqbal, setidaknya ada empta alasan mengapa KSPI menolak PP Nomor 36 Tahun 2021.
Pertama, beleid itu dinilai inkonstitusional. Pasalnya, ia mengatakan istilah batas atas dan batas bawah dalam upah minimum tidak dikenal dalam Undang-undang Cipta Kerja. Meskipun, buruh juga menolak UU Cipta Kerja.
“Menaker yang menggunakan PP 36 tahun 2021 itu inkonstitusional karena istilah batas bawah dan atas dalam upah minimum tidak dikenal dalam omnibus law. Kok menjilat ludah sendiri. dasar hukum apa yang digunakan Menaker untuk menentukan batas bawah dan batas atas. Para menteri yang terlibat membuat PP nomor 36 tahun 2021 sunggh membuat permufakatan jahat,” ujar Said Iqbal.
Kedua, Iqbal menyebut upah minimum adalah jaring pengaman, hal tersebut merujuk kepada konvensi International Labour Organization. Karena itu, seharusnya nilai upah minimum hanya terdiri dari satu angka saja dan bukan rentang batas atas dan bawah.
“Silakan periksa di seluruh dunia. Sebagai ILO governing body saya tidak pernah menemukan batas bawah dan atas di seluruh dunia. Sudah paling minimum, masak ada batas bawah dan atas,” ujar dia.
Ketiga, peraturan anyar tersebut dinilai mencederai hukum. Pasalnya saat ini Undang-undang Cipta Kerja tengah digugat di Mahkamah Konstitusi untuk uji formil dan materil. Dengan demikian, belum ada keputusan hukum yang tetap untuk UU Cipta Kerja tersebut.
“Karena balum inkracht, belum ada keputusan MK, maka hukum yang lama yang dipakai. karena itu KSPI dalam menghitung kenaikan upah menggunakan dalil hukum lama, UU 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal pengupahan dan PP nomor 78 tahun 2015 yang belum dicabut,” kata Iqbal.
Dengan berlandaskan dua beleid itu, upah minimum seharusnya berada pada kisaran 5-7 persen. Adapun tuntutan buruh adalah 7-10 persen.
Terakhir, dengan adanya batas atas dan batas bawah, KSPI menilai tak ada kenaikan upah minimum pada tahun depan dan justru ada penurunan 50 persen.
“Faktanya bilamana menggunakan batas bawah dan batas atas, upah minimum turun 50 persen.”
KSPI pun telah mencoba menghitung upah minimum di Depok dengan menggunakan formula dari beleid. Dari perhitungan itu, diperoleh bahwa nilau batas atas UMK Depok tahun 2022 adalah 5,7 juta dan batas bawah 2,85 juta.
“Upah minimum Depok 2021 itu Rp 4,3 juta. Kalau saya pengusaha, boleh enggak saya turunkan upah minimum jadi Rp 2,8 juta? Boleh. Makanya bukannya naik, malah turun,” ujar dia.
Berita ini sudah dimuat di https://joglosemarnews.com/2021/11/kspi-sebut-upah-minimum-2022-lebih-buruk-dari-orde-baru/2/