JAKARTA, GROBOGAN.NEWS – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99/2021 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan akhirnya dicabut dan dibatalkan oleh Mahkamah Agung, Jumat (28/10/2021).
Ini, tentu saja membuat para koruptor bisa sedikit bernafas lega. Pasalnya, PP yang dicabut MA tersebut intinya merupakan pengetatan remisi bagi pelaku korupsi, terorisme dan narkoba.
Dalam PP tersebut, koruptor, teroris dan pengedar narkoba boleh menerima remisi namun dengan syarat yang lebih ketat dari warga binaan pemasyarakatan lainnya.
Putusan MA ini diketok oleh ketua majelis Supandi dengan anggota majelis Yodi Martono Wahyunandi dan Is Sudaryono.
Majelis hakim menyatakan narapidana bukan hanya objek, tetapi juga subjek yang tidak berbeda dengan manusia lainnya, yang sewaktu-waktu dapat melakukan kekhilafan yang dapat dikenai pidana sehingga tidak harus diberantas, namun faktor penyebabnyalah yang harus diberantas.
Di lain pihak, Komite Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagaiman diungkapkan Plt juru bicara, Ali Fikri, berharap revisi untuk pelaku korupsi itu mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.
Ali mengatakan, korupsi merupakan kejahatan yang memberikan dampak buruk.
“Kami berharap pemberian remisi bagi para pelaku extraordinary crime, tetap mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat dan masukan dari aparat penegak hukumnya,” ujar Ali Fikri, Jumat (29/10/2021).
Penegakan hukum di Indonesia harus memberi rasa keadilan juga harus mempertimbangkan efek jera yang ditimbulkan dari hukuman tersebut.
Tujuannya agar mencegah perbuatan ini kembali terulang. Karena pada prinsipnya, pemberantasan korupsi adalah upaya yang saling terintegrasi antara penindakan, pencegahan, dan juga pendidikan.
“Kami juga memahami bahwa pembinaan terhadap narapidana korupsi sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan kewenangan Ditjen Pemasyarakatan,” kata Ali. Maulana Yusuf DM